Selasa, 31 Mei 2011

INDAHNYA PERSAHABATAN

Sahabat adalah kebutuhan jiwa yang mendapat imbangan

Dialah ladang hati yang dengan kasih kau taburi

dan kau pungut buahnya penuh rasa terima kasih

Dia pulalah naungan sejuk keteduhanmu

Sebuah pendiangan demi kehangatan sukmamu

Karena kau menghampirinya di kala hati gersang kelaparan,

Dan mencarinya di kala jiwa membutuhkan kedamaian

Sepenggal syair Kahlil Gibran yang tiba-tiba muncul di kepala saat seorang sahabat lama menyapa penuh rindu dari sana. Keriangan yang tercipta dari celotehan ramai ditingkahi tawa seperti memenuhi rongga dada. Hampir lima belas tahun kami tak pernah bersua dan saling kehilangan jejak, tapi ternyata Allah memiliki cara lain untuk mempertemukan kembali kami yang selama ini telah kehilangan komunikasi. Ya Rabb, terima kasih atas karuniamu hari ini …

Cerita lama, cerita baru dan kisah-kisah di saat kami saling mencari keberadaan yang lain mengalir tanpa henti. Tak peduli lagi dengan pulsa interlokal, dua jam setengah kami berkicau dan kembali saling teriak dengan panggilan saat masih sekolah dulu. Ada tawa bahkan juga air mata mengalir menyimak saat-saat sang sahabat kehilangan orang-orang tercintanya, ibunda, kakak dan putra bungsu terkasih. Ya, saat-saat dimana saya seharusnya berada di sisinya. Ada sesal menyelinap di sudut hati.

Sebenarnya kerinduan belum terpuaskan tetapi obrolan terpaksa disudahi dahulu dengan saling bertukar nomer ponsel dan janji akan terus saling berkirim kabar. Masih terbayang wajah ibundanya yang selalu ‘memaksa’ makan siang setiap saya berkunjung ke kantin besar miliknya di sebuah universitas di Bandung. Padahal saat itu ibu sedang sibuk sekali. Mungkin kasihan melihat wajah anak kos yang kelaparan dan ibu kelihatannya paham betul aji mumpung saya, sengaja datang berkunjung waktu makan siang.

Lima belas tahun bukan sebuah waktu yang singkat, orang bisa berubah menjadi lebih baik atau sebaliknya. Ada yang karena pengaruh kedudukan dan jabatan menjadi amat berubah dari yang kita kenal sebelumnya. Untungnya kami sama-sama masih seperti yang dulu, mungkin saja karena kami berdua memang bukan siapa-siapa. Tak ada kedudukan dan jabatan yang mengundang decak kagum, yang berubah adalah kini kami bukan lagi anak muda tetapi sudah menjadi seorang ibu dan kami sama-sama bangga karenanya.

Dinamika persahabatan seperti kumpulan warna pelangi, ada saat terang dan ada saat gelap yang memberi warna tersendiri pada keindahan persahabatan itu. Indahnya bagai rasa saat menikmati mekarnya bunga lotus merah jambu di temaram senja.

Sahabat bisa dipersatukan dengan adanya satu atau lebih persamaan. Idealnya, ia adalah seseorang yang membawa kita lebih dekat kepada kebaikan, yang bisa bersama tertunduk syukur atas nikmat karunia, tertawa atau menangis bersama dan saling menguatkan ketika salah satu sedang dalam keadaan lemah. Juga seseorang yang bersedia mengingatkan bahkan menyentil saat yang lain alpa dan melenceng dari jalanNya. Patut disayangkan ada pula persahabatan yang justru mendorong kepada kemunduran. Melihat kesuksesan yang diraih orang lain malah jadi bersekutu untuk curiga. Tak bisa diam ketika pencapaian seseorang melebihi apa yang telah mereka capai atau malah bersatu untuk menjatuhkan orang lain. Alangkah sayangnya energi terbuang sia-sia untuk hal-hal yang tak bermanfaat seperti itu, yang membawa kita justru semakin jauh dari tujuan hidup.

Tak dapat dipungkiri terdapat hubungan simbiosis mutualisme atau saling menguntungkan di dalam persahabatan tetapi ada pula pelajaran di dalamnya yaitu belajar memberi dan menerima (take and give), belajar mendengar dan didengar, juga belajar mengikis ego dan menjaga empati.

Saling menghargai privacy sahabat termasuk kiat awetnya hubungan, ibarat buku ada lembaran-lembaran yang tak perlu dibaca dan dibuka dengan jelas tanpa perkenannya. Sahabat yang baik hafal betul saat kuncup dan mekarnya kita. Diantara indikator persahabatan yang sehat adalah persahabatan yang tidak membuat kita menutup diri terhadap pergaulan dengan orang lain, yang tetap bisa menjaga obyektifitasnya, yang bernuansa kejujuran, yang membawa rasa nyaman dan yang tak perlu memaksa kita terus menerus menggunakan topeng.

Pepatah bilang mencari musuh lebih mudah daripada menemukan sahabat. Saat kita bertengkar berbeda pendapat seperti ada sebagian yang hilang dalam diri. Padahal bersahabat bukan berarti selalu sepakat. Ada perbedaan-perbedaan yang membuatnya bervariasi, yang lebih penting adalah bagaimana saling memahami dan menghargai perbedaan tersebut.

Satu kisah yang lain, sayapun pernah mendapat sebuah pelajaran berharga bagaimana persahabatan bisa rusak oleh emosi sesaat dan kesalahpahaman. Ketika kita tiba pada suatu fase penuh kesadaran bahwa itu semua hanyalah bagian dari masa muda yang penuh dinamika, sahabat itu telah hilang tak tentu rimbanya. Sempat terdengar kabar ia telah berada nun jauh di pulau sana. Sujud pasrah pada Ilahi karena telah memutuskan silaturahmi tanpa tahu bagaimana menyambungnya kembali.

Sekali lagi Sang Khalik berkehendak, segala sesuatu yang tak mungkin menjadi mungkin. Berkat situs jejaring sosial kami terhubung kembali setelah bertahun-tahun tak bertemu. Kata maaf atas segala khilaf adalah yang pertama terucap saat ia menyambut salam saya. Syukurlah kami saling memaafkan. Rupanya tahun-tahun yang hilang tersebut telah mendewasakan kami berdua. Kepada sahabat dimaksud yang mungkin kebetulan membaca tulisan ini, semoga anda dan keluarga selalu dalam berkah ridhoNya.

Di Kompasiana ini kita banyak bertemu sahabat-sahabat baru. Persahabatan yang tak memandang perbedaan usia dan status yang hanya dipersatukan oleh minat menulis, membaca tulisan orang lain atau sekedar berkomentar. Suatu bentuk persahabatan yang lain, yang tak kalah hangatnya meski tak selalu pernah bertemu. Salah seorang kompasianers yang dulunya mengaku bersahabat dengan sepi semoga kini tak kesepian lagi. Indahnya persahabatan dunia maya saya temukan di sini. Semoga persahabatan yang ini pun turut memperkaya jiwa.

Kamis, 26 Mei 2011

Hikmah sabar dan tawakal

Di tengah maraknya musibah yang melanda negeri tercinta, banyak sekali seruan ulama dan para tokoh nasional agar kita bersabar dan bertawakal kepada Allah SWT. Hanya dengan kesabaran dan tawakal, seluruh ujian atau cobaan dan musibah tersebut bisa dilalui dengan baik, membawa kebaikan, dan keberkahan.

Namun, kesabaran dan tawakal kadang kala terlalu mudah diucapkan, tetapi sulit merealisasikannya dalam praktik kehidupan seharihari. Akhirnya, sabar dan tawakal hanya menjadi slogan dan jargon semata, minus aplikasi yang sesungguhnya. Bersabar merupakan sifat khas kaum beriman sejati di samping bersyukur sebagaimana disebutkan dalam suatu hadis Nabi yang berbunyi, “Betapa unik sikap orang yang beriman. Semua yang terjadi pada dirinya dianggap baik.
Tidak ada sikap seperti itu, kecuali pada orang yang beriman.
Jika memperoleh kemudahan dia bersyukur, hal itu dianggap baik bagi dirinya. Dan, jika ditimpa kesulitan ia bersabar, hal itu dianggap baik bagi dirinya.”

Dalam kesempatan yang lain, Rasulullah SAW senantiasa mengajarkan orang yang terkena musibah dengan sikap yang paling bermanfaat bagi dirinya, yaitu bersa bar dan introspeksi diri (al-ihtisab), dengan memberikan alasan bahwa sabar dan introspeksi diri akan dapat meringankan musibah dan memperbanyak pahala. Rasulullah juga menegaskan bahwa banyak mengeluh, kesal, dan marah akan menambah beban musibah dan menghilangkan pahala. Rasulullah menjelaskan bahwa tidak ada anugerah Allah yang lebih baik dan lebih luas bagi hamba-hamba-Nya dibandingkan kesabaran. Karena Allah SWT benar-benar mencintai orang-orang yang bersabar. (QS Ali Imran [3]: 146).

Kesabaran tidaklah muncul dengan sendirinya, tetapi ia harus diusahakan dan dibiasakan agar menjadi sifat utama diri. Di sinilah dibutuhkan pengorbanan melawan keinginan hati dan perjuangan menahan nafsu diri.

Yakinlah, dengan bekal kesabaran, dipastikan seluruh persoalan akan selesai dengan cara terbaik. Allah SWT berfirman, “Sungguh Aku memberi balasan kepada mereka pada hari ini karena kesabaran mereka. Sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang.” (QS Al Mu’minun: 111).

Sementara itu, tawakal merupakan pelengkap sejati sifat sabar. Tawakal merupakan kerja hati memasrahkan seluruh ujian dan cobaan kepada kehendak-Nya. Menurut Basyar al-Hafi dan Yahya bin Muaz, tawakal berkaitan erat dengan keridaan kita menjadikan Allah sebagai pelindung dalam kehidupan.

Kehadiran tawakal dalam diri akan menghadirkan kemudahan mengatasi persoalan. Karena kita benar-benar mengharap pertolongan dan kemudahan hanya dari Allah SWT Yang Mahakuasa dan Maha Penolong. Penulis yakin, bila kombinasi kesabaran dan tawakal senantiasa hadir dalam diri dan jiwa setiap manusia, kemudahan dan kesuksesan akan menjadi capaian terbaiknya. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang sabar dan tawakal. Amin.